Kamis, 03 Maret 2011

KONFLIKDIMESIR

KONFLIK DI MESIR


“Kita dapat melihat pada perang dunia pertama dan kedua, yang mana disana dua negara adidaya berhadapan secara langsung. Hal inilah yang dapat memicu terjadi perang dunia,” ujarnya kepada Waspada Online, malam ini.

Ditanya mengenai efek domino yang mungkin terjadi diakibatkan beberapa konflik politik yang terjadi di timur tengah seperti di Mesir dan Tunisia, serta mulai bergejolaknya Yaman dan Yordania, Dewi Fortuna, mengatakan konflik yang terjadi di negara-negara tersebut masih bersifat lokal.

“Konflik di beberapa negara timur tengah masih bersifat lokal, dan belum dapat memicu terjadinya konflik global,” kata analis yang juga menjabat sebagai peneliti CSIS (Centre for Strategic and International Studies) ini.

Lanjutnya, yang terjadi di Mesir saat ini merupakan wujud ketidakpuasan rakyat terhadap pemerintahnya. Dan campur tangan asing ada disana, tidak secara terang-terangan.

“Apa yang terjadi di Mesir merupakan suatu konflik lokal karena tidak melibatkan negara lain secara langsung dalam konflik politik tersebut,” tuturnya.

Selain itu, menurutnya, negara adidaya yang ada saat ini hanyalah Amerika Serikat. Belum ada lawan yang sepadan dengannya untuk menjadi negara adidaya. Ini semakin menguatkan bahwa indikasi akan terjadinya perang dunia ketiga dipicu konflik politik Mesir masih jauh dari kenyataan.

“Rusia saat ini sudah tidak seperti dulu. Sementara Republik Rakyat Cina (RRC) yang digadang-gadang akan menjadi negara adidaya baru nyatanya belum dapat mengimbangi kekuatan Amerika, baik dari sisi ekonomi maupun militer,” katanya.

Menurutnya, yang mungkin terjadi saat ini adalah perang dingin antar negara adidaya yang berada di belakang kelompok-kelompok yang sedang berkonflik saat ini.

“Negara-negara adidaya saat ini enggan untuk berhadapan secara langsung, untuk itulah mereka menggunakan ‘pion-pionnya’ untuk saling bertemu,” ungkapnya.

Yang harus dilakukan Indonesia saat ini, menurutnya, adalah menevakuasi warga negaranya yang masih berada di Mesir. Dan tidak diperlukan suatu usaha diplomatik untuk membantu menyelesaikan krisis politik yang sedang terjadi.

“Yang terjadi disana merupakan konflik internal, dan tidak seharusnya kita sebagai negara asing untuk ikut campur dalam permasalahan tersebut,” imbuh dewi.

Namun, ditambahkannya, Indonesia dapat membantu jika konflik politik yang terjadi disana menyebabkan terjadinya krisis pangan, barulah kita dapat memebrikan bantuan dalam bentuk bahan pangan. Dan Indonesia juga dapat memberikan bantuan teknis jika transisi pemerintahan menuju demokrasi disana telah terwujud.

“Kalau mereka kelaparan, kita bisa bantu kirimkan bahan makanan. Atau kita berikan bantuan teknis jika transisi demokratisasi disana telah terwujud, karena kita telah lebih dulu mengalaminya,” pungkasnya.

Sebelumnya, mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah, Syafi’i Maarif, menegaskan konflik di Mesir dapat memicu pecahnya Perang Dunia III. Sebab sebelum terjadi pertikaian politik yang menjurus perang terbuka antara kelompok yang pro Presiden Mesir Hosni Mubarak dan kelompok yang menginginkan Mubarak turun dari kursi presiden, telah terlebih dahulu terjadi konflik politik seperti di Tunisia.

Sementara itu, di Yaman dan Yordania juga sudah mulai tampak adanya gerakan. Namun, Arab Saudi belum ada gejolak politik karena kekayaan dikuasai sekitar 5-6 ribu pangeran dan rakyatnya dimakmurkan, sehingga perlawanan terhadap pemerintah yang berkuasa sangat kecil.

“Untuk Turki sangat kecil kemungkinan ada perlawanan terhadap pemerintah yang berkuasa, karena Turki lebih moderen,” katanya.

Kemungkinan konflik di Mesir akan memicu Perang Dunia III karena negara itu mempunyai berbagai keuntungan di tingkat internasional. Mulai dari letak negara yang strategis hingga sebagai kawasan yang dilalui perdagangan dunia, termasuk minyak dan energi. Akibatnya, jika konflik di sana tidak segera selesai akan dapat memicu perang.

Terkait dengan desakan agar Presiden Hosni Mubarak mundur, menurut Syafi’i, tanpa diminta mundur pun nantinya Mubarak akan mundur dengan sendirinya. “Tanpa diminta turun pun, Hosni Mubarak akan turun karena tidak mungkin akan bertahan,” ujarnya.

Syafi’i Maarif menyatakan, untuk menyelesaikan konflik tidak dapat dilakukan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Apalagi, bila Indonesia bertindak sebagai mediator untuk menyelesaikan konflik di Mesir, meski berpenduduk dengan umat muslim terbesar di dunia.

“Waktu Presiden AS Bush menginvasi Afghanistan, Indonesia tidak bisa berbuat banyak. Bagi umat Islam, yang bisa dilakukan adalah bagaimana umat Islam itu selalu sadar,” pungkas Syafi’

Tidak ada komentar:

Posting Komentar