Kamis, 03 Maret 2011

HAM(UUD45 N DEKLARASI TTNG HAM 1948

Hak asasi manusia adalah hak-hak yang telah dipunyai seseorang sejak ia dalam kandungan. HAM berlaku secara universal. Dasar-dasar HAM tertuang dalam deklarasi kemerdekaan Amerika Serikat (Declaration of Independence of USA) dan tercantum dalam UUD 1945 Republik Indonesia, seperti pada pasal 27 ayat 1, pasal 28, pasal 29 ayat 2, pasal 30 ayat 1, dan pasal 31 ayat 1

Contoh hak asasi manusia (HAM):
Hak untuk hidup.
Hak untuk memperoleh pendidikan.
Hak untuk hidup bersama-sama seperti orang lain.
Hak untuk mendapatkan perlakuan yang sama.
Hak untuk mendapatkan pekerjaan.

Masalah Hak Asasi Manusia (HAM) secara jelas diatur dalam UUD 1945 yang diamandemen. Tapi, bukan berarti sebelum itu UUD 1945 tidak memuat masalah HAM. Hak asasi yang diatur saat itu antara lain hak tentang merdeka disebut pada bagian pembukaan, alinea kesatu. Kemudian, hak berserikat diatur dalam pasal 28, hak memeluk agama pada pasal 29, hak membela negara pada pasal 30, dan hak mendapat pendidikan, terdapat pada pasal 31.

Dalam UUD 1945 yang diamandemen, HAM secara khusus diatur dalam Bab XA, mulai pasal 28 A sampai dengan pasal 28 J.

Pasal 28 A : Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.

Pasal 28 B : (1) Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan sah. (2) Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Pasal 28 C : (1) Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dan ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia. (2) Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya.

Pasal 28 D : (1) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. (2) Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja. (3) Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan. (4) Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan.

Pasal 28 E : (1) Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta hendak kembali. (2) Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuruninya. (3) Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.

Pasal 28F
Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia. **)

Pasal 28G

(1) Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang dibawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi. **)
(2) Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan dan perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain. **)

Pasal 28H
(1)Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan
medapatkan lingkungan hidup baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. **)
(2) Setiap orang mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk
memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai
persamaan dan keadilan. **)
(3) Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan
pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat. **)

(4) Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenangwenang oleh siapa pun. **)

Pasal 28I

(1) Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dihadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun. **)
(2) Setiap orang berhak bebas atas perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu. **)
(3) Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban. **)
(4) Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah. **)
(5) Untuk menegakan dan melindungi hak assi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan perundanganundangan. **)

Pasal 28J
(1) Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. **)
(2) Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud sematamata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilainilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis. **)

UU tentang HAM

Pengertian HAM, menurut UU 39/1999 tentang HAM, adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.

Pemikiran-pemikiran yang mendasari lahirnya UU ini, sebagaimana disebut pada bagian Umum Penjelasan Pasal demi Pasal, adalah sebagai berikut:
a. Tuhan Yang Maha Esa adalah pencipta alam semesta dengan segala isinya;
b. pada dasarnya, manusia dianugerahi jiwa, bentuk, struktur, kemampuan, kemauan serta berbagai kemudahan oleh Penciptanya, untuk menjamin kelanjutan hidupnya;
c. untuk melindungi, mempertahankan, dan meningkatkan martabat manusia, diperlukan pengakuan dan perlindungan hak asasi manusia, karena tanpa hal tersebut manusia akan kehilangan sifat dan martabatnya, sehingga dapat mendorong manusia menjadi serigala bagi manusia lainnya (homo homini lupus);
d. karena manusia merupakan makhluk sosial, maka hak asasi manusia yang satu dibatasi oleh hak asasi manusia yang lain, sehingga kebebasan atau hak asasi manusia bukanlah tanpa batas;
e. hak asasi manusia tidak boleh dilenyapkan oleh siapapun dan dalam keadaan apapun;
f. setiap hak asasi manusia mengandung kewajiban untuk menghormati hak asasi manusia orang lain, sehingga di dalam hak asasi manusia terdapat kewajiban dasar;
g. hak asasi manusia harus benar-benar dihormati, dilindungi, dan ditegakkan, dan untuk itu pemerintah, aparatur negara, dan pejabat publik lainnya mempunyai kewajiban dan tanggungjawab menjamin terselenggaranya penghormatan, perlindungan, dan penegakan hak asasi manusia.

DEKLARASI TENTANG HAM 1948
Enam puluh tahun silam, di Kota San Fransisco AS, Carrare, delegasi dari Chili di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengatakan, “Dari reruntuhan kehancuran yang diakibatkan oleh Perang Dunia II, manusia kini kembali bisa menyalakan api abadi peradaban, kebebasan, dan hukum..”
Pernyataan Carrare itu dikeluarkan menjelang penyusunan akhir naskah Deklarasi HAM Universal 1948, sebuah naskah yang kelak disetujui wakil bangsa-bangsa yang hadir dalam sidang PBB mengenai HAM. Komite HAM yang membawahi 17 wakil negara, diketuai oleh Charles Malek dari Lebanon. 10 Desember kemudian ditetapkan sebagai hari kelahiran Deklarasi HAM Universal Tahun 1948.
Deklarasi tersebut merupakan dokumen tertulis pertama tentang HAM yang diterima semua bangsa. Karena itu, majelis umum PBB menyebut deklarasi HAM Universal 1948 sebagai pencapaian standar bersama bagi semua orang dan bangsa.
Disebut sebagai dokumen tertulis pertama tentang HAM yang berlaku universal, karena, banyak dokumen tertulis mengenai HAM lahir sebelum deklarasi ini, namun dokumen-dokumen tersebut tidak pernah dimufakati oleh semua bangsa sebagai dokumen HAM yang bersifat universal.
Tema ini diangkat oleh Prof Dr Abdul Hamid Awaluddin sebagai objek penelitian. Di hadapan Sidang Guru Besar Unhas, Kamis (30/10) Guru Besar Fakultas Hukum Unhas menyampaikan orasi ilmiahnya yang berjudul Universalitas Deklarasi HAM Universal 1948 (UDHR). Dalam orasinya, pria kelahiran Pare-pare 5 Oktober ini mengatakan bahwa kendati telah enam dekade melampaui deklarasi tersebut, ternyata keabsahannya sebagai fondasi dan roh utama hak azasi manusia yang bersifat universal masih saja dipersoalkan.
Gugatan tersebut didasari oleh pemikiran bahwa deklarasi tersebut semata-mata refleksi dari nilai-nilai barat yang menitikberatkan pada hak-hak individu. Juga bahwa deklarasi HAM ini secara geografis hanyalah melingkupi kawasan barat karena di sanalah ia berakar. Karena itu, jurisdiksi Deklarasi HAM Universal 1948 adalah jurisdiksi regional.
Pertama, para perancang dan konseptor utama deklarasi ini, secara geografis, mewakili kemajemukan etnis bangsa di muka bumi ini saat itu. Peserta yang amat aktif misalnya, Charles Malek dari Lebanon, Hernan Santa Cruz dari Chili, Omar Loutfi dari Mesir, PC Chang dari Taiwan, Charlos Romulo dari Philipina, Housa Mehta dari India, Bogomolov dari Soviet, Davies dari Inggris, Roosevelt dari AS, Rene’ Cassin dari Prancis dsb. Di sini jelas, faktor geografis telah mematahkan alasan jurudiksi regional, dan mengukuhkan keuniversalan deklarasi ini.
Deklarasi HAM Universal ini lahir sebagai jawaban atas kesewenang-wenangan Hitler dengan NAZI-nya serta Mussolini dengan Fascismenya yang memporak-porandakan fondasi martabat manusia. Begitu juga dengan kekejaman Stalin yang telah melumatkan nilai-nilai kemanusiaan kita lewat kekuasaan yang dijalankannya tanpa tepian. Ketiganya menjadi monster peradaban manusia yang mendahului pecahnya Perang Dunia II. Dan itulah yang menjadi inspirasi deklarasi HAM tersebut.
Alur soal mulai berpangkal pada praktek Mussolini dengan bendera penindasan yang bernama Fascism. Mussolini berkeyakinan bahwa individu telah menyatu dengan negara. Karena itu, negaralah yang mengatur, apakah seseorang memiliki hak atau tidak. Otoritas negara dalam hal ini dalah absolut. Negara tidak akan melepaskan otoritasnya kepada siapa pun dan lembaga apa pun, termasuk kepada prinsip-prinsip agama sekali pun.
Prinsip inilah yang melumat hak-hak individu dan warga negara saat itu. Kekuasaan mutlak dengan asesori negara, telah mengubur harapan secara sistematis bahwa orang atau individu memiliki hak.
Dengan ideologi NAZI, Hitler mengaum di Jerman dan menyapu sebagian daratan Eropa. Inti ajaran Hitler adalah organic state yang menekankan bahwa negara adalah bak kehidupan organism. Di sini, rakyat hidup sebagai kaum yang diperintah, tidak memiliki hak sebab individu telah menyerakhan jiwa, badan dan pikirannya untuk dicerahkan oleh negara.
Cara berpikir Hitler malah lebih jauh lagi. Ia menghubungkan konsep negara dengan ras dan aliran darah manusia. Hitler meyakini bahwa negara adalah organisasi kehidupan sebuah komunitas fisisk dan psikologis, untuk memelihara spesies tertentu. Karena itu, faktor ras amat menentukan. Keyakinan inilah membuat Hitler menggebrak dan menihilkan ras lain karena ia mempercayai bahwa etnis Arya dengan garis darah Nordic-lah yang superior.
Dengan kedua ideology di atas, jelas bahwa hak-hak individu memang tidak memperoleh tempat. Persamaan telah digilas. Kesedeerajatan telah dikubur. Ironinya, di tengah cengkeraman ketiga monster peradaban manusia: Mussolini, Stalin, dan Hitler di atas, hukum internasional saat itu hanyalah mengatur hubungan negara satu dengan lainnya. Instrumen hukum saat itu hanyalah menekankan pada kewajiban negara untuk melindungi warganya dari ancaman negara lain. Perlindungan individu tergantung pada belas kasihan negara. Individu, singkatnya, dalam hukum internasional saat itu, tidaklah menjadi subjek hukum untuk dilindungi. Dari sanalah ilham utama UDHR muncul dengan postulat awal “semua manusia dilahirkan dengan kebebasan dan persamaan dalam martabat dan hak..”
Sejak kelahirannya, deklarasi ini telah menjadi nafas dan inspirasi dari semua instrumen hukum internasional mengenai HAM. Dua pilar utama hukum internasional mengenai HAM, yaitu Konvensi Internasional Mengenai Hak-Hak Sipil dan Politik Tahun 1966 dan Konvensi Internasional Mengenai Hak-Hak Sosial, Ekonomi dan Budaya thun 1966, keduanya menjadikan deklarasi HAM universal sebagai acuan.
Dengan ini, adalah sulit untuk mengatakan bahwa Deklarasi HAM Universal 1948, tidak bersifat universal. Konvensi internasional berarti instumen hukum yang mengikat secara universal. Konvensi-konvensi tersebut berdiri dan tegak, dengan fondasi Deklarasi HAM Universal Tahun 1948.
Selanjutnya, aspek lain yangs ering diangkat dalam kaitan dengan deklarasi HAMini, ialah, status hukumnya. Deklarasi HAM Universal 1948 dinilai sebagai pernyataan umum dan ekspresi komitmen belaka, yang tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat. Deklarasi bukanlah konvensi, traktat, juga bukan konvenan. Di saat yang sama, Pasal 38 Statuta Mahkamah Internasional secara limitatif menyebutkan sumber-sumber hukum internasional adalah: konvensi atau perjanjian internasional, kebiasaan internasional, dan pendapat para jurists.
Sejumlah negara telah mengikat diri dalam sejumlah konvensi internasional, dan membuat hukum domestik untuk menjalankan segala yang diwajibkan dalam deklarasi HAM Universal 1948 itu. Minimal, perlindungan terhadap nilai kemanusiaan dan upaya memajukan peradaban manusia, merupakan komitmen universal yang dijalankan secara diam-diam.
Itu berarti, masyarakat internasional telah menerima dan menjalankan nilai-nilai HAM universal sebagai praktik dan kebiasaan. Dengan demikian, deklarasi tersebut, dengan sendirinya, mengikat secara hukum. Ia tidak boleh lagi dipandang hanya sekedar pernyataan komitmen moral belaka. Ia telah menjadi hukum positif yang mengikat bagi seluruh negara anggota PB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar